Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual terus didorong oleh pemerintah. Ini merupakan jalan keluar bagi perempuan sekaligus menjawab rasa keadilan yang didambakan masyarakat. Mengapa pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dirasa mendesak?
Ya, karena kasus kekerasan seksual terhadap perempuan termasuk tinggi. Tiap 30 menit terjadi 2 kasus kekerasan seksual. Ini dapat berakibat merampas hak korban untuk mendapatkan rasa aman di rumah, tempat kerja, dan ruang publik.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan perlu segera diantisipasi. Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019 menyebutkan, 2.988 kasus atau 31 persen dari total kasus terkait perempuan yang dilaporkan berbentuk kekerasan seksual.
Sementara Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Tahun 2016 menemukan 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual. Padahal perempuan merupakan ibu bangsa yang harus mendapatkan perlindungan secara hukum.
Perlindungan perempuan menjadi bagian penting isu keamanan. Mengapa? Karena tantangan bagi kaum perempuan semakin kompleks, seperti kesenjangan ekonomi, ketidakpastian hukum, hingga minimnya rasa aman bagi perempuan. Kebijakan diskriminatif di daerah akibat menguatnya konservatisme dan politik identitas juga berdampak pada perempuan.
Sebagian masyarakat masih beranggapan perempuan tidak setara dengan laki-laki. Kebijakan diskriminatif ini juga berpotensi mendelegitimasi konstitusi, merapuhkan daya rekat kebangsaan, hingga dapat menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Sejumlah rekomendasi disampaikan kepada pemerintah. Selain pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, kapasitas penyelenggara negara dalam menerapkan prinsip nondiskriminasi, kesetaraan substantif, dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan kepada setiap warganya harus dipenuhi.
Pengesahan RUU Pengapusan Kekerasan Seksual diyakini dapat meningkatkan mutu hidup perempuan, dan menempatkan perempuan serta laki-laki sebagai warga negara yang sama kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan.
Menyikapi akan hal itu Universitas Widya Husada Semarang terus mendukung penghapusan kekerasan terhadap perempuan, salah satunya dengan jika suatu kekerasan terhadap perempuan terjadi di lingkungan Universitas Widya Husada Semarang bisa lapor ke CP (Mayang) : 0895 2214 1455